Wednesday, April 30, 2025
27.1 C
Brunei

    Berita Terkini

    Tawassul: Bukan amalan bid’ah

    (Dengan nama Allah, segala puji bagi Allah, selawat dan salam ke atas Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut Baginda)

    SIRI 1

    Tawassul atau wasilah ialah sesuatu yang menjadi penyebab mendekati Allah atau pengantara kepada menyampaikan hajat.

    Menurut Dr as-Sayyid Muhammad ‘Alwi al-Maliki al-Makki al-Hasani (ulama asal Mekah) menjelaskan tentang konsep tawassul itu.

    Pertama: Tawassul ialah salah satu cara berdoa dan satu daripada pintu tawajjuh (menghadap) Allah dengan menggunakan pengantara. Pengantara ini ialah semata-mata bagi mendekat atau menyampaikan hajat kepada Allah.

    Kedua: Orang yang bertawassul, tidaklah menjadikan pengantara itu melainkan semata-mata kerana cintanya kepada pengantara itu, dan dengan keyakinan, bahawa Allah mencintai pengantara tersebut.

    Ketiga: Orang yang bertawassul, sekiranya dia meyakini bahawa sesiapa yang dijadikan pengantara kepada Allah boleh memberi manfaat atau mudarat, sama seperti Allah, maka keyakinan atau i‘tiqadnya yang seperti itu adalah salah dan bahkan boleh membawa syirik (menyekutukan Allah).

    Keempat: Bertawassul bukanlah suatu yang dharuri atau mesti dibuat ketika berdoa, dan bukan juga penerimaan suatu doa itu tertakluk atau bergantung kepada tawassul itu.

    Tawassul ialah salah satu cara berdoa dan satu daripada pintu tawajjuh (menghadap) Allah dengan menggunakan pengantara. – AFP

    Hukum bertawassul

    Bertawassul dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT dan bertawassul dengan amal shaleh adalah disyariatkan oleh Islam. Demikian juga, harus bertawassul dengan zat Nabi Muhammad SAW, para Nabi, wali dan orang shaleh sama ada ketika mereka hidup ataupun sesudah kematian mereka.

    Allah SWT berfirman yang tafsirnya:

    “Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan (al-wasilah) yang mendekatkan diri kepadaNya dan berjuanglah pada jalanNya supaya kamu beroleh kemenangan.” (Surah al-Ma’idah: 35)

    FirmanNya lagi yang tafsirnya:

    “Katakanlah (wahai Nabi Muhammad kepada kaum musyrikin itu): “Serulah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain daripada Allah itu, maka sudah tentu mereka tidak mempunyai kuasa untuk menghilangkan kemudharatan daripada kamu dan tidak (pula) dapat memindahkannya (kepada orang lain). (56)

    Mereka (seperti malaikat atau Nabi ‘Isa ‘alaihissalam atau ‘Uzair) yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan (al-wasilah) kepada Tuhan mereka siapakah antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah). Dan mereka mengharapkan rahmatNya dan takut kepada azabNya. Sesungguhnya azab Tuhanmu itu semestinya ditakuti.” (Surah al-Isra’: 56-57)

    Makna wasilah dalam kedua-dua ayat di atas ialah sesuatu yang menjadi penyebab mendekati Allah atau pengantara kepada menyampaikan hajat.

    Perkataan wasilah tersebut adalah umum, mengandungi tawassul dengan amal shaleh dan ‘zat yang mulia’ seperti para nabi, wali dan orang-orang shaleh, baik semasa mereka itu hidup ataupun sesudah kematian mereka.

    Menurut al-‘Allamah ‘Alwi bin Saqqaf sebagaimana dinaqal dan diringkaskan oleh al-‘Allamah ‘Abdurrahman bin Muhammad dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin: “Bertawassul dengan para Nabi dan wali Allah pada masa mereka hidup ataupun mati adalah harus pada pandangan syara‘.

    Tatacara dan contoh bertawassul

    Bertawassul itu dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:

    Bertawassul dengan nama Allah dan sifatNya

    Allah SWT berfirman yang tafsirnya, “Dan bagi Allah asma’ulhusna (nama-nama yang baik lagi mulia) maka bermohonlah (dengan berdoa) kepadaNya dengan menyebut nama-nama itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyelewengkan (lafaz dan makna) nama-namaNya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang mereka telah kerjakan.” (Surah al-A‘raf: 180)

    Diriwayatkan daripada Anas bin Malik Radhiallahu ‘anhu, beliau berkata yang maksudnya, “Apabila Nabi SAW disusahkan oleh sesuatu perkara, Baginda membaca: “Wahai Tuhan yang Maha Hidup, wahai Tuhan yang Maha Berdiri Sendiri, dengan rahmatMu aku memohon pertolongan.” (Hadis riwayat at-Tirmidzi)

    Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya, “Tidak ada seseorang yang ditimpa keresahan dan kesedihan, lalu dia membaca: (Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak kepada hambaMu lelaki dan anak kepada hambaMu perempuan, ubun-ubunku berada di tanganMu, hukumanMu berlaku kepadaku, ketetapanMu adil terhadapku. Aku memohon kepadaMu dengan setiap nama yang menjadi milikMu, Engkau namakan diriMu dengannya atau Engkau ajarkannya kepada seseorang daripada makhlukMu atau Engkau turunkannya di dalam kitabMu atau Engkau utamakannya dalam ilmu ghaib di sisiMu, supaya Engkau jadikan Al-Quran penghias hatiku, cahaya dadaku, penghapus kesedihanku dan penghilang keresahanku) melainkan Allah menghilangkan keresahan dan kesedihannya itu serta menggantikannya dengan kelapangan.” (Hadis riwayat Ahmad)

    Ayat Al-Quran dan hadis di atas menunjukkan keharusan bertawassul dengan nama dan sifat Allah SWT.

    Bertawassul dengan Nabi SAW

    Bertawassul dengan doa dan syafaat Baginda ketika hayatnya

    Allah SWT berfirman yang tafsirnya, “Dan kalaulah mereka ketika menganiaya diri mereka sendiri datang kepadamu (wahai Nabi Muhammad) lalu memohon ampun kepada Allah dan Rasulullah juga memohon ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Pengasih.” (Surah an-Nisa’: 64)

    Ayat ini menunjukkan bahawa Allah SWT memberi bimbingan kepada mereka yang berdosa apabila melakukan kesalahan agar datang kepada Rasulullah SAW untuk memohon ampun kepada Allah dan juga meminta Rasulullah SAW memohonkan ampun untuk mereka.

    Nabi Muhammad SAW bersabda yang maksudnya, “Apabila terjadi hari Qiamat, manusia penuh sesak berhimpit antara satu dengan yang lain. Mereka datang kepada Adam dan berkata kepadanya: “Berikanlah syafa‘at kepada zuriatmu.”

    Dia (Adam ‘alaihissalam) menjawab: “Aku tidak layak untuk berbuat demikian, akan tetapi kamu temuilah Ibrahim ‘alaihissalam. Sesungguhnya dia adalah kesayangan Allah.”

    Mereka datang kepada Ibrahim, lalu Baginda bersabda: “Aku tidak layak untuk berbuat demikian, akan tetapi kamu temuilah Musa ‘alaihissalam. Sesungguhnya dia adalah Kalimullah.”

    Musa pun didatangi (oleh mereka), lalu Baginda bersabda: “Aku tidak layak untuk berbuat demikian, akan tetapi kamu temuilah ‘Isa ‘alaihissalam. Sesungguhnya dia adalah Ruhullah dan KalimahNya.”

    ‘Isa pun didatangi (oleh mereka), lalu Baginda bersabda: “Aku tidak layak untuk berbuat demikian, akan tetapi kamu temuilah Muhammad SAW.”

    Aku (Rasulullah SAW) pun didatangi (oleh mereka), lalu aku bersabda: “Aku layak untuk berbuat demikian.”

    Lalu aku pun pergi dan meminta izin kepada Tuhanku. Setelah aku diberikan keizinan aku berdiri di hadapanNya sambil memujiNya dengan pujian-pujian yang aku tidak dapat menguasainya sekarang, yang diilhamkan Allah kepadaku. Kemudian aku pun menjatuhkan diri bersujud kepadaNya. Lalu Allah berfirman kepadaku: “Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu! Katakanlah, nescaya engkau akan didengar. Mintalah, nescaya akan diberi dan berilah syafaat, nescaya disyafaati.”

    Aku pun bersabda: “Wahai Tuhanku, ummatku ummatku!” Allah berfirman: “Berangkatlah! Barangsiapa di hatinya terdapat iman meskipun hanya seberat biji gandum atau jelai, maka engkau keluarkanlah dia dari neraka.”

    Aku berangkat dan melaksanakannya. Sesudah itu aku kembali kepada Tuhanku, memujiNya dengan puji-pujian tadi, lalu aku menjatuhkan diri bersujud kepadaNya. Allah berfirman lagi kepadaku: “Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu! Katakanlah, nescaya engkau akan didengar. Mintalah, pasti akan diberi dan berilah syafaat, nescaya disyafaati.”

    Aku berkata: “Ummatku ummatku!”

    Allah firman kepadaku: “Berangkatlah! Barangsiapa di hatinya terdapat iman meskipun hanya seberat biji sawi, maka engkau keluarkanlah dia dari neraka.”

    Aku berangkat dan melaksanakannya. Sesudah itu aku kembali lagi kepada Tuhanku, memujiNya dengan puji-pujian yang sama, kemudian menjatuhkan diri bersujud kepadaNya. Allah berfirman kepadaku: “Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu! Bicaralah, engkau pasti akan didengar. Mintalah, pasti engkau diberi. Berikanlah syafaat, tentu diterima syafaatmu”.

    Aku berkata: “Wahai Tuhanku, ummatku ummatku!”

    Allah berfirman kepadaku: “Berangkatlah! Barangsiapa yang di hatinya terdapat iman lebih rendah, lebih rendah, lebih rendah daripada seberat biji sawi, maka keluarkanlah dia dari neraka”. Aku pun berangkat dan melaksanakannya.” (Hadis riwayat Muslim)

    Hadis ini menunjukkan keharusan bertawassul dengan memohon syafaat Baginda Shallallahu ‘alaihi wasallam.

    - Advertisment -

    Berita Berkaitan

    Disyorkan Untuk Awda